Jumat, 11 November 2011

Makalah Thaharah


THAHARAH 
DALAM PENDEKATAN SUBTANSI, NILAI DAN SYAR'I 


KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang maha suci dan mencintai kesucian serta kebersihan, yang rahman dan yang rahim kepada seluruh mahluknya.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi agung Muhammad SAW. Yang telah membawa ajaran islam bagi umatnya menuju keselamatan, agama yang menjunjung tinggi kesucian, kebersihan dan keindahan.

Kebersihan adalah awal dari kebaikan, jika sesuatu itu bersih maka akan sehat, jika sesuatu itu bersih maka akan indah. Begitu pentingnya kebersihan dan kesucian dimata ajaran islam, maka kita harus bisa memahami bagaimana cara untuk  menjaga kebersihan dan kesucian sesuai dengan tuntunan agar benar dan sempurna menurut peraturan syari’at guna beribadah kepada yang maha suci, yaitu Allah SWT dan mendapatkan ridhanya. Amin…

            Tiada gading yang tak retak begitu pula dengan pembuatan makalah ini , penulis sadar akan keterbatasan serta kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka kami sangat berterima kasih apabila ada sanggahan, kritik serta saran dari pembaca.

Bandung,     November 2011
     Ttd.
     (Pujo Edi Wibowo)



PENDAHULUAN


1.      LATAR BELAKANG
            Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang maha suci dan mencintai kesucian serta kebersihan, yang rahman dan yang rahim kepada seluruh mahluknya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi agung Muhammad SAW.
            Latar belakang disusunnya makalah ini pertama untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ibadah, kedua penulis melihat bagaimana pentingnya masalah thaharah dalam kajian fiqh, itu terbukti jika kita perhatikan disetiap literature kajian tentang fiqh, maka thaharahlah yang menempati bab pertama. Karena memang thaharah adalah kunci awal ibadah-ibadah yang akan kita laksanakan, misal ketika seseorang hendak melakukan shalat maka ia harus suci dari hadas dan najis terlebih dahulu. Walaupun makalah ini hanya membahas sepintas saja tentang thaharah akan tetapi semoga bermanfaat bagi para pembaca. Amin..
2.      RUMUSAN MASALAH
            Dilihat dari latar belakang penyusunan makalah ini, maka penulis akan mencoba membahas tentang apa yang dimaksud dengan thaharah, alat yang digunakan dalam thaharah, jenis-jenis najis, cara berwudhu’, cara bertayammum dan cara mandi janabah.
THAHARAH
BAB I

1. PENGERTIAN THAHARAH
o   Istilah thaharah               berasal dari  kata-kata arab            
artinya :bersuci.
o   Sedangkan thaharah secara tinjauan agama berarti mengerjakan sesuatu yang menyebabkan seseorang diperbolehkan mengerjakan shalat atau thawaf mengitari ka’bah seperti wudhu’, mandi, tayammum dan menghilangkan najis.
2. LANDASAN HUKUM
            Adanya kewajiban thaharah bersuci, membuktikan bahwa islam menghendaki bahwa setiap pemeluknya senantiasa memelihara kesucian diri, baik lahir maupun batin. Allah SWT berfirman (QS. Al Baqarah: 222).
Dan sabda Nabi Muhammad SAW :
“Kuncinya shalat itu bersuci. Haram (berkomunikasi dengan yang selain Allah) jika telah takbir,dan halal jika telah salam”. (HR.Ahmad dan ashhab al sunnah)
3. PEMBAGIAN JENIS THAHARAH
Ada banyak sudut pandang saat kita membagi thaharah ini.Salah satunya kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar, yaitu thaharah hakiki dan thaharah hukmi.[1]

a. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.
Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual.Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya.Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna, bau dan rasa najisnya.
b. Thaharah Hukmi
Thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur, buang angin (kentut) batal wudhu’-nya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’  bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Demikian pula dengan orang yang keluar mani,  meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi thaharah hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah hukmi didapat dengan cara berwudhu’ atau mandi janabah.

4.NAJIS
An-Najasah dalam bahasa Indonesia sering dimaknai dengan najis. Meski pun secara bahasa Arab tidak identikmaknanya. Najis sendiri dalam bahasa Arab ada dua penyebutannya.[2]
o   Pertama : Najas (ﺬﺠﺲ) maknanya adalah benda yang hukumnya najis.
o   Kedua : Najis (ﺬﺠﺲ) maknanya adalah sifat najisnya.
An-Najasah (najis) itu lawan dari thaharah yang maknanya kesucian.

            Najis terbagi menjadi tiga. Berikut perincian ketiga najis itu beserta cara menyucikannya.
1.      Najis mughallazhah (berat), yaitu najis anjing, babi dan keturunannya atau yang dihasilkan dari salah satunya. Cara menyucikannya wajib dibasuh tujuh kali dan satu kali diantaranya dicampur dengan tanah (debu).
2.      Najis mukhaffafah (ringan), yaitu kencing bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan makanan selain susu. Cara menyucikannya cukup dengan mencipratkan air pada tempat yang terkena kencing. Berbeda dengan cara menyucikan kencing anak perempuan atau banci yang belum makan makanan selain susu. Cara meyucikannya sama dengan kencingnya orang dewasa, yaitu membasuh dan mengaliri air diatas benda yang terkena najis.
3.      Najis mutawassithah (sedang), yaitu seperti air kencing, tinja (kotoran manusia), dan darah. Cara menyucikannya wajib dengan membasuhnya satu kali dan sunnah tiga kali basuhan. Najis mutawassithah sendiri terbagi menjadi dua,yaitu :
o   Najis hukmiah, yaitu najis yang tidak diketahui rasa,warna dan baunya. Cara menyucikannya cukup dengan dibasuh dengan air.
o   Najis ainiah, yaitu najis yang diketahui rasa, warna dan baunya. Cara menyucikannya wajib dengan menghilangkan benda najisnya kemudian dibasuh dengan air.

Ø  Benda-benda yang dikategorikan najis ialah:
1.      Setiap cairan yang memabukkan
2.      Air kencing
3.      Mazi, yaitu cairan putih yang biasanya keluar ketika rangsangan syahwat sedang memuncak
4.      Wadi, yaitu air putih yang keruh serta kental, biasanya keluar setelah kencing dikala pikiran tertekan atau ketika membawa barang yang berat.
5.      Tinja atau kotoran manusia
6.      Kotoran hewan yang dapat dimakan atau yang lain
7.      Anjing dan babi berikut keturunan serta spermannya,atau keturunan salah satunya yang dihasilkan dengan binatang lain yang suci
8.      Air luka yang berubah baunya
9.      Nanah baik kental maupu cair, karena nanah berasal dari darah yang sudah membusuk
10.  Darah, baik darah manusia maupu yang lain, kecuali hati dan limpa
11.  Empedu
12.  Muntahan
13.  Makanan yang dikeluarkan kembali dari perut binatang untuk dimakan kedua kali
14.  Susu  hewan yang tidak dapat dimakan selain manusia, seperti susu keledai betina dan anjing hutan
15.  Bangkai, kecuali bangkai manusia, belalang dan ikan
16.  Bagian binatang yang terpisah sedangkan binatangnya masih hidup hukumnya sama dengan bangkainya. Sementara itu bagian yang terpisah dari manusia, seperti kuku, rambut, kulup dan bagian yang terpisah dari belalang dan ikan , hukumnya tetap suci. Adapun bagian terpisah dari binatang yang halal dimakan, seperti bulu domba (wol), tulang dari bangkai, kulit, tanduk, kuku dan bulu kapas,hukumnya juga suci.
5.AIR
            Allah SWT berfirman dalam (QS: Al Anfal:11)
Berdasarkan uraian diatas bahwa air merupakan alat untuk bersuci. Dalam kajian fiqh ,kita mengenal tiga macam air[3], yaitu:
1.      Air mutlak, yaitu air yang suci (thahir) dan dapat digunakan untuk bersuci dan untuk mencuci (muthahhir). Yang termasuk dalam air mutlak ialah:
a.      Air Hujan, firman Allah SWT (QS. Al Furqan: 48)
b.      Air Salju,Es dan Embun. Ungkapan dari do’a iftitah:
“Ya Allah,bersihkanlah diriku dari dosa dengan air,salju dan embun”. (HR. Jamaah selain Tarmudzi)
c.       Air Laut, Berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a katanya:
Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulallah SAW,katanya: Ya Rasulallah, kami biasanya berlayar dilautan dan hanya membawa air sedikit. Jika kami pakai air itu untuk berwudhu’, akibatnya kami akan kehausan, maka bolehkah kami berwudhu’ dengan air laut? Berkatalah Rasulallah SAW; 
“Laut itu airnya suci lagi menyucikan,dan bangkainya halal dimakan”   (Diriwayatkan oleh yang berlima)
d.      Air Zamzam, Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ali r.a:
“Bahwasannya Rasulallah SAW meminta diambilkan satu ember air zamzam, kemudian beliau minum dan berwudhu’ dengan air tersebut” (HR. Ahmad)
2.      Air Musta’mal,
yaitu air sisa yang mengenai badan manusia karena telah digunakan untuk wudhu’ atau mandi. Dalam ungkapan hadits, air musta’mal tidaklah najis, sehingga penggunaannya adalah sah. Sebagaimana diungkapkan hadits-hadits berikut:
o   “Bahwasanya Rasulallah SAW mengusap kepala beliau dengan sisa air yang terdapat pada kedua tangannya” (HR. Abu Daud)
o   Hadits riwayat Abdullah bin Umar: “pada masa Rasulallah SAW wanita dan pria berwudhu dari satu tempat yang sama semuanya” (HR. Bukhari, Abu Daud, Nasai, Malik dan Ahmad)
o   Hadits riwayat Maimunah: “Kami mandi junub bersama Rasulallah SAW dari satu tempat air yang sama” (HR. Tarmudzi)
3.      Air yang tercampur benda suci, yaitu air yang terkena daun bidadari, sabun, air kapur, lebah, semut . jika air tersebut bercampur dengan benda-benda tersebut dalam jumlah sedikit, hukumnya tetap suci,selama kemutlakkannya terjaga, yaitu tidak berubah bau, warna atau rasanya.
4.      Air suci yang tidak menyucikan, seperti air kopi, air teh dan sejenisnya. Karena telah berubah bau, warna atau rasanya.
5.      Air sisa yang diminum hewan, dibagi menjadi dua:
1.      Hewan yang tidak najis
Maksud hewan yang tidak najis adalah kucing dan himar. Air sisa minum hewan tersebut tidaklah najis, berdasarkan hadits berikut:
“bahwasanya Rasulallah SAW bersabda: kucing itu tidak najis. Kucing itu termasuk binatang yang selalu berada disekitar kalian”. (HR. Al Khamsah, menurut Tarmudzi: hadits ini hasan lagi sahih)
2.      Babi dan anjing (QS. Al Ma’idah:3)
6.      Air najis, dibagi menjadi dua:
1.      Air yang sedikit kurang dari dua kulah, yang terkena najis baik berubah atau tidak.
2.      Air yang banyak, dua kulah atau lebih, yang berubah  (bau, rasa atau warna) sebab kemasukan sesuatu yang najis, baik berubahnya itu sedikit atau banyak. ukuran dua kulah menurut Imam Nawawi adalah 174,580 liter air atau 55,9 cm³ air.[4]
WUDHU’
BAB II


1.PENGERTIAN WUDHU’
.
                  Pengertian wudhu’ menurut bahasa artinya bersih dan indah. Menurut pandangan agama wudhu’ berarti membersihkan anggota wudhu’ untuk menghilangkan hadast kecil.
Wudhu  adalah sebuah ibadah ritual untuk menyucikan diri dari hadats kecil dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian anggota tubuh menggunakan air sambil berniat didalam hati dan dilakukan sebagai sebuah ritual khas atau peribadatan[5]. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secara fisik atas kotoran, melainkan sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya dari AllahSWT.

2.LANDASAN HUKUM
Firman Allah SWT: (QS.Al Ma’idah: 6)
                  Cara wudhu’ yang benar adalah sebagaimana yang dicontohkan Rasulallah SAW, yang diungkapkan dalam hadits-haditsnya, baik yamg qauli (perkataan) maupun hadits fi’li (perbuatan).
Rasulallah SAW bersabda: “siapa yang wudhu’nya seperti wudhu’nya aku ini,kemudian melakukan shalat dua raka’at tanpa memikirkan yang lain (konsentrasi), maka segala dosanya diampuni Allah”. (HR. Muslim)
3.HUKUM WUDHU’
                  Hukum wudhu’  bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita berwudhu’.
A. Hukumnya fardu/ wajib, yaitu hukumnya fardu (wajib) manakala seseorang akan mlakukan hal-hal berikut.
1. Melakukan Shalat
Baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga didalamnya sujud tilawah.
2. Untuk Menyentuh Mus-haf Al-Quran Al-Kariem
Meskipun tulisan ayat Al-Quran Al-Kariem itu hanya ditulis di atas kertas biasa atau di dinding atau ditulis pada uang kertas. Ini merupakan pendapat jumhur ulama yang didasarkan kepada ayat Al-Quran Al-Kariem (QS.Al Waqi’ah: 79)

3. Tawaf di Seputar Ka`bah
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah, Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tawaf di Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka bicaralah yang baik-baik.(HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy)

B.Hukumnya Sunnah
Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :
1. Mengulangi wudhu` untuk tiap shalat
Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya.
Dari Abi Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk berwudhu’ pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak. (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih)
2. Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah
Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqh dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi wajib.
3. Ketika Akan Tidur
Disunnahkan untuk berwudhu’  ketika akan tidur, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
Dari Al-Barra` bin Azib bahwa Rasulullah SAW bersabda,:”Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan tidurlah dengan posisi di atas sisi kananmu” . (HR. Bukhari dan Tirmizy).


4. Sebelum Mandi janabah
Sebelum mandi  janabah disunnahkan untuk berwudhu` terlebih dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam keaaan junub,  mau makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :
Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur, beliau berwudhu` terlebih dahulu. (HR. Ahmad dan Muslim)
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila ingin tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk shalat. (HR. Jamaah)
Dan dasar tentang sunnahnya berwuhdu’  bagi suami istri yang ingin mengulangi hubungan seksual adalah hadits berikut ini :
Dari Abi Said al-Khudhri bahwa Rasulullah SAWbersabda,:”Bila kamu berhubungan seksual dengan istrimu dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu’ terlebih dahulu.(HR. Jamaah kecuali Bukhari)
5. Ketika Marah
Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`.
“Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`”. (HR.Ahmad dalam musnadnya)
6. Ketika Membaca Al-Quran
Hukum berwudhu’ ketika membaca Al-Quran Al-Kariem adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur. Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta membaca
kitab-kitab syariah. Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan
pelajaran hadits kepada murid-muridnya, beliau selalu berwudhu` terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW.
7. Ketika Melantunkan Azan, Iqamat, Khutbah dan Ziarah Ke Makam Nabi SAW
4.FARDU WUDHU’
                  Fardu wudhu’[6] ada enam (6), yaitu:
1.      Niat
Niat wudhu’ adalah ketetapan di dalam hati seseorang untuk melakukan serangkaian ritual yang bernama wudhu’sesuai dengan apa yang ajarkan oleh Rasulullah SAW dengan maksud ibadah. Sehingga niat ini membedakan antara seorang yang sedang memperagakan wudhu’ dengan orang yang sedang melakukan wudhu’.Kalau sekedar memperagakan, tidak ada niat untuk melakukannya sebagai ritual ibadah. Sebaliknya, ketika seorang berwudhu’, dia harus memastikan di dalam hatinya bahwa yang sedang dilakukannya ini adalah ritual ibadah berdasar petunjuk nabi SAW untuk tujuan tertentu.

2.      Membasuh muka
Para ulama menetapkan bahwa batasan wajah seseorang itu adalah tempat tumbuhnya rambut (manabit asy-sya'ri) hingga ke dagu dan dari batas telinga kanan hingga batas telinga kiri.

3.      Membasuh kedua tangan hingga kesiku
Secara jelas disebutkan tentang keharusan membasuh tangan hingga ke siku. Dan para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bahwa siku harus ikut dibasahi. Sebab kata dalam ayat itu adalah lintihail ghayah. Selain itu karena yang disebut dengan tangan adalah termasuk juga sikunya.

4.      Membasuh atau menyapu sebagian dari kepala
Yang dimaksud dengan mengusap adalah meraba atau menjalankan tangan ke bagian yang diusap dengan membasahi tangan sebelumnya dengan air. Sedangkan yang disebut kepala adalah mulai dari batas tumbuhnya rambut di bagian depan (dahi) ke arah belakang hingga ke bagian belakang kepala.
5.      Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
                  Menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan hingga mata kaki adalah membasahi mata kakinya itu juga. Sebagaimana dalam masalah membahasi siku tangan.
6.      Tertib atau berurutan.
Yang dimaksud  dengan  tartib adalah mensucikan anggota wudhu secara berurutan mulai dari yang awal hingga yang akhir. Maka membasahi anggota wudhu’ secara acak akan menyalahi aturan wudhu’.

5. SYARAT-SYARAT WUDHU’
1. Beragama islam
2.  Mumayid yaitu seseorang yang telah dapat membedakan antara yang bersih dan yang kotor
3. Suci dari haid dan nifas
4. Menggunakan air yang suci lagi menyucikan
5. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai kekulit(anggota wudhu’) seperti getah, minyak dan sebagainya
6. Mengetahui mana yang wajib dan sunnah.

6. SUNNAH-SUNNAH WUDHU’:
1. Mencuci kedua tangan hingga pergelangan tangan
2. Membaca basmalah sebelum berwudhu`
3. Berkumur dan memasukkan air ke hidung, bersiwak atau membersihkan gigi
4. Meresapkan air kejenggot yang tebal dan jari
5. Membasuh tiga kali tiga kali
6. Membasahi seluruh kepala dengan air
7. Membasuh dua telinga luar dan dalam dengan air yang baru
8. Mendahulukan anggota yang kanan dari yang kiri.
7. TATACARA WUDHU’[7]:
1. Niat
2. Membaca basmalah
3. Mencuci tangan
4. Bersiwak atau menggosok gigi
5. Berkumur dan menghirup air (memasukan air kelubang hidung)
6. Mencuci muka
7. Mencuci kedua tangan hingga siku
8. Mengusap kepala
9. Mengusap telingga
10. Mencuci kaki
11. Membaca syahadat (Do’a setelah wudhu’)
8. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU’:
1. Keluarnya sesuatu apapun yang keluar dari dubur (pantat) atau qubul (kemaluan).
2. Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun (tetap) diatas bumi
3. Hilang akal karena mabuk atau sakit
4. Menyentuh kemaluan secara langsung (tanpa penghalang)
5. Bersentuhan kilit lawan jenis yang bukan mahram (mahzab As-Syafi’iyah)
TAYAMMUM
BAB III


1.PENGERTIAN TAYAMMUM
Secara bahasa, tayammum itu maknanya adalah ( اﻠﻘﺻﺪ) al-qashdu,
yaitu bermaksud.
Sedangkan secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan keatas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.

2.LANDASAN HUKUM
Firman Allah SWT:(QS. An Nisa’: 43)
3.HAL –HAL YANG MEMBOLEHKAN BERTAYAMMUM
1.Tidak ada air
Ada sebuah hadits yang menyatakan bahwa selama seseorang tidak mendapatkan air, maka selama itu pula diperbolehkan tetap bertayammum, meskipun dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus.
Dari Abi Dzar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda:"Tanah itu mensucikan bagi orang yang tidak mendapatkan air meski selama 10 tahun". (HR. Abu Daud, Tirmizi, Nasa`i, Ahmad).
2.Karena sakit,
3.Karena suhu yang sangat dingin
4.Karena tidak terjangkau, Kondisi ini sebenarnya bukan tidak ada air. Air ada tapi tidak bisa dijangkau. Meskipun ada air, namun bila untuk mendapatkannya ada resiko lain yang menghalangi, maka itupun termasuk yang membolehkan tayammum.
5.Karena air tidak cukup
6.Karena takut habisnya waktu

4.TANAH YANG BISA DIGUNAKAN UNTUK  TAYAMMUM
Dibloehkan bertayammum dengan menggunakan tanah yang suci dari najis. Dan semua yang sejenis dengan tanah seperti batu, pasir atau kerikil. Sebab di dalam Al-Quran disebutkan dengan istilah sha`idan thayyiba  yang artinya disepakati ulama sebagai apapun yang menjadi permukaan bumi, baik tanah atau sejenisnya.
5.SUNNAH TAYAMMUM
1.Membaca Basmalah
2. Mengadap kiblat
3. Mendahului menyapu anggota kanan
4. Mengejakan dengan berturut-berturut.
6.TATA CARA BERTAYAMMUM
1. Niat
2. Membaca Basmallah
3. Menekankan  kedua tangan ketanah yang suci dari najis
4. Mengusap wajah dangan debu tadi
5. Menekankan kedua telapak tangan ketanah sekali lagi, lalu mengusap tangan hingga siku
6. Tertib
Seperti yang dicontohkan Rasulallah SAW:
Dari Ammar ra berkata,"Aku mendapat janabah dan tidak menemukan air. Maka aku bergulingan di tanah dan shalat. Aku ceritakan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau bersabda,"Cukup bagimu seperti ini : lalu beliau menepuk tanah dengan kedua tapak tangannya lalu meniupnya lalu diusapkan ke wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
7.HAL-HAL YANG MEMBATALKAN TAYAMMUM
1. Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti dari wudhu`.
2. Bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur.
3. Bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.
MANDI JANABAH
BAB IV

1.PENGERTIAN  MANDI JANABAH
o   Istilah janabah berasal dari kata junub, yaitu berarti hubungan kelamin antara suami-istri (jima’).
o   Menurut pandangan agama mandi janabah yaitu tatacara ritual yang bertujuan menghilangkan hadast besar.
2.LANDASAN HUKUM
Firman Allah SWT:  (An Nisa’: 43)
3. HUKUM MANDI JANABAH
Hukum mandi janabah  bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita mandi janabah. 
A.Hukumnya fardu/ wajib, yaitu hukumnya fardu (wajib)[8] manakala seseorang akan mlakukan hal-hal berikut:
1. Keluar mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki maupun wanita. Dibagi menjadi lima:
a. Bila mani  itu keluar tanpa syahwat, tetapi karena sakit atau dingin, maka tidaklah wajib mandi.
b. Bila seseorang bermimpi tetapi tidak menemukan mani maka ia tidak wajib mandi
c. Bila seseorang bangun tidur lalu menemukan basah tetapi ia tidak ingat bahwa bermimpi,maka ia wajib mandi jika ia yakin itu adalah mani. Dan jika ia bimbang apakah itu mani atau bukan , maka ia wajib mandi demi untuk ihtiyath atau berjaga diri.
d. Bila seseorang merasakan hendak keluarnya mani diwaktu syahwat, lalu menahan kemaluannya hingga tak jadi keluar, maka tidak wajib ia mandi. Akan tetapi seandainya ia berjalan dan maninya keluar maka wajiblah ia mandi.
e. bila ia melihat mani pada kainnya, tetapi tidak mengetahui saat keluarnya dan kebetulan sudah shalat, maka ia wajib mengulangi shalatnya dari tidurnya yang terakhir.
2. Hubungan kelamin. Dari Abu Hurairah r.a Rasulallah SAW bersabda:
Bahwa Rasulallah SAW telah bersabda:”jika seseorang telah berada diantara anggotanya empat (maksudnya kedua tangan dan kedua kaki istrinya) lalu mencampurinya, maka wajiblah mandi, biar keluar mani maupun tidak”.
 (HR. Ahmad dan Muslim)
3. Haid
Nabi SAW bersabda:”Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan shalatlah”. (HR Bukhari dan Muslim)

4.Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan, maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah.
5.Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati, maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya tidak mengalami nifas, namun tetap wajib atasnya untuk mandi lantaran persalinan yang dialaminya.
6.Mati bagi orang islam, selain mati syahid.
B. Hukumnya sunnah, yaitu hukumnya sunnah  manakala seseorang akan mlakukan hal-hal berikut:
1. Shalat Jumat
2. Shalat hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
3. Shalat Gerhana Matahari (kusuf) dan Gerhana Bulan(khusuf)
4. Shalat Istisqa` (minta hujan)
5. Sesudah memandikan mayat
6. Masuk Islam dari kekafiran
7. Sembuh dari gila
8. Ketika akan melakukan ihram
9. Masuk ke kota Mekkah
10. Ketika wukuf di Arafah
11. Ketika akan thawaf, menurut Imam Syafi`i itu adalah salah satu sunnah dalam berthawaf.      
4.HAL-HAL YANG TERLARANG BAGI ORANG JUNUB:
1. Shalat
2. Thawaf
3. Menyentuh mus-haf Al-Qur’an dan membawanya
4. Membaca Al-Qur’an
5. Menetap dimasjid.

5. FARDU MANDI JANABAH
1. Niat
2. Menghilangkan najis kalau ada dibadan
3. membasuh seluruh angota badan
6. SUNNAH-SUNNAH DALAM MANDI JANABAH
1. Membaca basmalah
2. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air
3. Berwudhu` sebelum mandi Aisyah ra berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat (HR Bukhari dan Muslim)
4. Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.
5. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`.
7. TATA CARA MANDI JANABAH
1. Niat
2. Mencuci kedua tangan dengan sabun
3. Membasuh kemaluan dan dubur
4. Najis-najis dibersihkan
5. Berwudhu’ sebagaimana untuk sholat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki
6. Mengalirkan air keseluruh badan dengan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri
7. Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah
8. Menyiram kepala dengan 3 kali siraman
9. Membersihkan seluruh anggota badan
10. Mencuci kaki.
Seperti yang dicontohkan Rasulallah SAW:
Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)


[1] H. Ahmad Sarwat, Lc. “Fiqih Islam kitab Thaharah”. Kampus Syari’ah.com. 2008. Hal: 5

[2] H. Ahmad Sarwat, Lc. “Fiqih Islam kitab Thaharah”. Kampus Syari’ah.com. 2008. Hal: 40

[3] Sayyid Sabiq. “Fikih Sunnah 1”. Alma’arif. Bandung. 1973.hal:

[4] M. Masykri Abdurahman, Moh. Syaifun Bakhari, “Kupas Tuntas Shalat Tatacara dan Hikmahnya”, Erlangga, 2006. 

[5] Sayyid Sabiq, “Fikih Sunnah 1”, Alma’arif, Bandung,1973.

[6] Dr.Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qathani. “panduan bersuci:bersuci yang benar menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah”. Almahira. Jakarta. 2006. Hal: 75
[7] Dr.Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qathani. “panduan bersuci:bersuci yang benar menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah”. Almahira. Jakarta. 2006.
8 Muhammad Anis Samaji. “125 masalah thaharah”. Tiga Serangkai. Solo. 2008 Hal: 180

Tidak ada komentar:

Posting Komentar